Tahun Baru 2023 - Mengapa Resolusi Tahun Baru Seringkali Gagal

“New year, new me!” adalah kalimat yang sering kita dengar setiap tahun baru. Pada tahun ini, apakah Sobat PIP juga memulainya dengan jargon tersebut? Beberapa Sobat PIP juga mungkin sudah membuat list atau target berisi resolusi 2023, bukan? Namun, coba kita tinjau kembali beberapa resolusi tahun-tahun sebelumnya.

Apakah Sobat PIP dulu beberapa kali punya resolusi memiliki badan fit atau ideal, dengan diet dan lebih aktif berolahraga? Atau mungkin ada yang sempat memiliki resolusi ingin lebih sering menghabiskan waktu bersama keluarga, teman, dan waktu santai personal? Atau bisa juga resolusinya berupa karier, pekerjaan, dan percintaan yang baru? Ada juga yang cukup sederhana seperti menabung lebih banyak, dan masih banyak resolusi-resolusi lainnya. Kira-kira, ada berapa resolusi yang Sobat PIP capai pada tahun-tahun sebelumnya?

Bila cukup banyak yang tidak tercapai, tenang, Sobat tidak sendirian kok! Berdasarkan survei yang dilakukan oleh US News & World Report, 80% dari orang-orang yang memiliki resolusi tahun baru, gagal melanjutkan atau melaksanakan resolusi tersebut ketika sudah masuk bulan Februari (Luciani, 2015). Dalam survei terhadap warga Inggris, hanya 26% warga Inggris (dari 12% yang memiliki resolusi tahun baru) berhasil menjalankan dan mencapai resolusi tahun baru mereka.

Meski kegagalan resolusi tahun baru terlihat lumrah, tentu kita bertanya-tanya, apa alasan di balik banyaknya orang yang gagal merealisasikannya? Hal ini sebenarnya cukup sederhana. Akar masalah dari tidak tercapainya resolusi tahun baru, adalah resolusi itu sendiri. Sering kali, secara tidak sadar kita membuat resolusi yang terlalu luas, abstrak atau tidak jelas, besar, dan tidak realistis sehingga kita kesulitan mengarahkan diri untuk mencapainya (Ali, 2018; Griffiths, 2016; Höchli dkk., 2020).

Dalam mengatasi permasalahan tersebut, hadirlah sebuah teori bernama goal-setting. Teori goal-setting menyatakan bahwa sekumpulan tujuan yang spesifik serta menantang akan lebih mungkin untuk dilakukan dibandingkan tujuan yang luas/abstrak dan tidak menantang (Locke & Latham, 2006; 2019). Locke dan Latham (2006; 2019) juga menjelaskan bahwa tujuan yang menantang tetap harus realistis, setara dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan individunya saat ini, serta memiliki makna dan hasil yang jelas bagi individu tersebut. Itulah mengapa beberapa resolusi tahun baru yang umum didengar menjadi sulit digapai. Misalnya ingin hidup sehat, tetapi belum mengetahui perilaku sehat seperti apa yang cocok dan sesuai untuk kita? Ingin lebih sukses, namun tidak mengenal apa definisi sukses yang konkrit, serta apa langkah yang memungkinkan untuk dicoba? Ingin menjadi pribadi yang baru, tetapi “baru” yang seperti apa sehingga relevan dengan makna serta nilai yang kita punya?

Oke, sudah mulai terbayang, Sobat PIP? Jika sudah, coba kita revisi “New year, new me” menjadi “New year, new realistic goal-setting” dan pelan-pelan kita realisasikan resolusi 2023. Kita sudah berkenalan dengan teori goal-setting, sekarang kita berkenalan dengan salah satu teknik sederhananya, yaitu SMART Goals. Beberapa sobat PIP mungkin sudah tidak asing dengan istilah tersebut, yaitu mengacu pada tujuan sekaligus aksi yang Specific (spesifik), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat dilakukan/digapai), Relevant (sejalan dengan tujuan atau makna yang lebih besar), dan Time-bound (dapat diukur oleh waktu), yang kemudian disingkat menjadi SMART.

Kita dapat mengambil contoh salah satu resolusi yang umum yaitu, “ingin menjadi lebih sehat”. Jika kita aplikasikan unsur SMART, maka:

Specific. Ada banyak cara membuat tujuan tersebut menjadi lebih spesifik, seperti menurunkan/menaikkan berat badan kembali ke body mass index (BMI) yang normal, melakukan diet karbo, berolahraga rutin, dan masih banyak lagi. Untuk saat ini, kita coba ambil contoh “berolahraga rutin, guna menjadi diri yang lebih sehat”.

Measurable. Bisa diukur, misalnya kita menentukan untuk berolahraga tiga kali seminggu dengan minimal 30 menit tiap satu kali olahraga.

Achievable. Tergantung individu masing-masing, ada yang achievable ketika olahraga tersebut dimulai dari gerakan sederhana selama satu bulan pertama, kemudian dilanjut ke gerakan olahraga yang lebih berat pada bulan kedua. Atau, bagi individu yang memang sudah memiliki kemampuan otot yang lebih besar, dapat langsung pergi ke gym pada bulan pertama. Apapun kondisi individu, pastikan membuat tujuan achievable seperti memiliki tingkatan/level kesulitan yang seiring berjalannya waktu, dapat meningkat.

Relevant. Untuk menjawab aspek ini, kita bisa refleksi diri terlebih dahulu. Apakah dengan berolahraga rutin sejalan dengan “ingin menjadi lebih sehat”? Ya! Mengapa hidup sehat dengan berolahraga rutin itu penting bagi Sobat? Jawaban atas pertanyaan ini, tentu tergantung individu masing-masing. Ada yang karena demi kepuasan tersendiri, ada yang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih optimal saat bekerja, ada pula yang ingin hal tersebut tercapai guna meningkatkan kualitas hidup di masa tua. Maka dari itu, pastikan Sobat PIP memiliki alasan yang jelas, agar resolusi tersebut lebih bermakna dan memiliki dampak positif yang relevan

Time-bound. Kira-kira, bagaimana kegiatan tersebut dapat dimasukkan ke dalam timeline yang Anda punya? Mungkin selama satu bulan pertama, bisa dilihat terlebih dahulu, apakah berolahraga tiga kali seminggu betul tercapai atau tidak. Kemudian timeline bulan-bulan berikutnya, dapat disesuaikan berdasarkan target pada bulan pertama.

Tentu tidak berhenti sampai pada membuat tujuan yang SMART. Sobat PIP juga perlu memerhatikan beberapa hal yang memengaruhi tercapai atau tidaknya resolusi/tujuan seseorang, salah satunya dengan menghindari keinginan untuk mencapai tujuan tersebut secara instan. Keinginan tersebut bersifat tidak realistis, serta berpotensi membuat kita menjadi enggan mencoba kembali ketika mengalami kegagalan dalam prosesnya atau ketika mengalami tekanan serta letih yang berlebih. Itulah mengapa Locke dan Latham (2006; 2019) menjelaskan pentingnya mengevaluasi diri secara aktif dalam perjalanan menggapai tujuan, serta menyesuaikan tingkat kesulitan upaya yang perlu dilakukan dengan kemampuan dan keterampilan saat ini. Saat mengalami kesulitan atau kegagalan, perlu kita benahi, apakah rencana yang sudah dilakukan terlalu besar atau sulit untuk kita? Apakah ada standar dari tujuan yang perlu diturunkan atau disesuaikan dengan kondisi diri? Bentuk evaluasi terhadap tujuan, rencana, serta upaya kita juga bisa datang dari orang lain untuk mendapatkan perspektif baru. Maka dari itu, tidak ada salahnya bagi kita untuk bertukar pikir, berkeluh-kesah, dan meminta masukan kepada orang lain (Locke & Latham, 2019).

Tidak hanya faktor internal yang memengaruhi tercapai atau tidaknya resolusi/tujuan yang kita punya. Pelaksanaan goal-setting bisa bersifat situasional. Seberapa baik kita melakukan rencana yang telah kita buat dipengaruhi pula oleh fasilitas atau sumber daya yang dapat kita akses, serta dukungan yang kita dapatkan (Locke & Latham, 2019). Penting bagi kita untuk mengidentifikasi sumber daya apa saja yang sesuai guna menunjang tercapainya resolusi tahun baru, bijak dalam menyesuaikan serta mengelola budget untuk mencapainya, dan mengelilingi diri dengan orang-orang yang mendukung serta mendorong kita untuk mencapai resolusi yang kita punya.

Sekarang, Sobat PIP sudah memiliki bekal yang cukup untuk meninjau kembali resolusi tahun 2023. Tidak hanya ditinjau saja ya Sobat, yuk bersemangat untuk take action! Jika dalam prosesnya Sobat PIP mengalami tantangan, PIP Unpad dapat membantu Sobat menerapkan target capaian pribadi, baik dalam pendidikan, karier, maupun pengembangan diri melalui konsultasi dengan psikolog. Yuk, partner-up bersama kami dengan menghubungi: WA 0811-207-4388.

2023 masih panjang, Sobat! Mari kita jalani dengan “New me” yang memiliki arah serta tujuan yang lebih jelas lagi dibanding tahun sebelumnya.

Penulis: Kenny Valentino, S.Psi. | Student Counselor and Youth Counselor

REFERENSI

Ali, S. (2018, December 5). Why New Year's Resolutions Fail. Psychology Today. Retrieved January 11, 2023, from https://www.psychologytoday.com/us/blog/modern-mentality/201812/why-new-years-resolutions-fail

Doran, G. T. (1981). There's a SMART way to write management’s goals and objectives. Management review, 70(11), 35-36.

Griffiths, M. (2016, January 4). The Psychology of New Year's Resolutions. IFLScience. Retrieved January 11, 2023, from https://www.iflscience.com/psychology-new-year-s-resolutions-32946

Höchli, B., Brügger, A., & Messner, C. (2020). Making New Year's resolutions that stick: Exploring how superordinate and subordinate goals motivate goal pursuit. Applied Psychology: Health and Well‐Being, 12(1), 30-52.

Ibbetson, C. (2020, December 30). How Many People Kept Their 2020 New Year's Resolutions? YouGov. Retrieved January 11, 2023, from https://yougov.co.uk/topics/society/articles-reports/2020/12/30/new-years-resolutions-2020-and-2021

Locke, E. A., & Latham, G. P. (2006). New directions in goal-setting theory. Current directions in psychological science, 15(5), 265-268.

Locke, E. A., & Latham, G. P. (2019). The development of goal setting theory: A half century retrospective. Motivation Science, 5 (2), 93–105.

Luciani, J. (2015, December 29). Why 80 percent of New Year's Resolutions Fail. U.S. News & World Report. Retrieved January 11, 2023, from https://health.usnews.com/health-news/blogs/eat-run/articles/2015-12-29/why-80-percent-of-new-years-resolutions-fail


Bagikan:
Posted on 20 February 2023 under Artikel.

PIP UNPAD

Online
TODAY
Hai, ada yang dapat kami bantu?
© 2024 All rights reserved