Hari Ibu - Mental Health and Motherhood

Selamat Hari Ibu, Parents! Di hari ibu kali ini, mari kita tinjau kembali perjalanan seorang ibu sebagai pahlawan tanpa tanda jasa dalam keluarga, khususnya dalam pengasuhan dan kesehatan mental anak.

Ketika parents berkomitmen ingin memiliki anak, maka sosok calon ibu akan dihadapkan dengan berbagai tantangan baru. Transisi menjadi seorang ibu memberikan tekanan fisik, sosial, dan ekonomi bagi perempuan (Blegen dkk., 2010). Tekanan tersebut hadir akibat tuntutan serta ekspektasi tradisional yang dialami seorang ibu. Turun-temurun, seorang ibu diyakini memegang banyak peran, yaitu sebagai pilar utama dalam urusan rumah tangga, ‘sekolah pertama’ bagi anaknya, caregiver utama bagi anak, serta tanggung jawab tumbuh kembang anak terlalu dititikberatkan pada seorang ibu (Asriani, 2017; McGoldrick dkk., 2016). Banyaknya tekanan yang dialami membuat para ibu rentan mengalami tekanan berat dan gangguan psikologis seperti kecemasan, prenatal depression, dan postpartum depression (Satyanarayana dkk., 2011).

Kondisi ini tentu mengkhawatirkan, mengingat pentingnya peran serta kesehatan ibu (baik fisik maupun mental) terhadap tumbuh kembang anak. Seorang ibu yang cenderung sering mengalami tekanan berat dan/atau didiagnosis memiliki depresi (baik prenatal maupun postpartum) akan berdampak pada kesehatan mental, tumbuh kembang emosional, kognitif, serta perilaku anak (Satyanarayana dkk., 2011; Slomian dkk., 2019). Hal tersebut mengindikasikan pentingnya menjaga kesehatan mental seorang ibu, baik selama masa kehamilan, pascapersalinan, maupun pengasuhan.

Risiko serta tantangan yang dihadapi tidak hanya berhenti sampai di situ. Kesehatan mental ibu akan semakin terancam bila dirinya merasa gagal menjadi sosok ibu yang “sempurna” akibat sulitnya memenuhi ekspektasi serta tuntutan sosial yang tidak realistis (Henderson dkk., 2016). Ibu yang kurang mendapatkan dukungan serta bantuan sosial, baik dari pasangan, keluarga, maupun teman, meningkatkan potensinya mengalami gangguan kesehatan mental (Bedaso dkk., 2021; Blegen dkk., 2010). Belum lagi jika ada parents, yang juga berstatus sebagai single mom dan/atau working mom. Ibu yang berstatus single mom akan memegang peran ganda yang begitu berat yaitu sebagai satu-satunya caregiver sekaligus satu-satunya pencari nafkah. Status single mom tersebut berpotensi membuat seorang ibu mengalami tekanan yang jauh lebih berat dibandingkan pasangan suami-istri seperti mengalami krisis finansial yang lebih berat, lebih mudah merasakan emosi negatif, rentan mengalami tekanan, dan bahkan berpotensi menarik diri dari lingkungan sosial (Kotwal & Prabhakar, 2009; Rahman dkk., 2017). Ibu yang bekerja formal (working mom, baik yang masih berpasangan maupun single mom) berdampak pada semakin bertambahnya beban yang dimiliki, berkurangnya waktu santai, serta terganggunya tingkat kesejahteraan (Dugan & Barnes-Farrell, 2020; Kadale dkk., 2018).

Banyaknya rintangan dalam perjalanan seorang ibu bukan berarti tidak ada harapan maupun solusi. Ibu memang salah satu pahlawan tanpa tanda jasa, tapi bukan berarti ibu tidak bisa menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri. Maka dari itu, yuk parents, kita pelan-pelan coba beberapa cara berikut untuk menjaga kesehatan mental kita dalam berperan sebagai ibu:

1. Keterlibatan dan Komunikasi antar Pasangan. Pada dasarnya, tuntutan serta ekspektasi yang budaya berikan kepada ibu memanglah tidak realistis. Asumsi bahwa tumbuh kembang anak hanya menjadi tanggung jawab ibu, tidaklah benar. Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan ayah selama masa kehamilan, melahirkan, dan dalam membesarkan anak, berperan penting dalam menjaga kesejahteraan ibu, yang pada akhirnya memiliki dampak positif pada tumbuh kembang anak (Pebryatie dkk., 2022; Zvara dkk., 2013). Parents dapat berdiskusi terbuka terkait pembagian peran serta waktu mengasuh anak, pembagian peran mengurus rumah tangga, serta harapan satu sama lain terhadap pasangan. Bagi parents yang berstatus sebagai ibu, yuk pelan-pelan membuka diri untuk melibatkan suami dalam pengasuhan anak, dan tidak merasa bahwa anak adalah tanggung jawab ibu sepenuhnya. Parents yang saat ini sebagai ayah dapat terbuka untuk terlibat dalam proses kehamilan dan pengasuhan. Kerjasama antara suami dan istri juga akan berujung pada interaksi yang hangat kepada anak (Zvara dkk., 2013)

2. Social support. Dukungan dan bantuan sosial memengaruhi kesehatan mental ibu (Bedaso dkk., 2021), terutama bagi single moms (Cheeseman dkk., 2011). Parents bisa mencoba untuk berbaur dengan para ibu lainnya dan saling berkeluh kesah ataupun memberikan bantuan lainnya, seperti tips merawat anak, memberikan rekomendasi makanan atau mainan, hingga ikut membantu mengasuh atau menjaga anak di saat-saat tertentu. Single moms juga bisa mencari atau bahkan membangun support group untuk para single mom lainnya. Tentunya parents perlu selektif dalam memilih dukungan sosial ya, karena bisa saja ada sesama parents yang tidak sadar memberikan tekanan atau membuat parents merasa tidak becus merawat anak sendiri. Melibatkan keluarga atau teman juga dapat parents coba dalam membantu menjaga diri saat masa kehamilan, pascapersalinan, maupun dalam membesarkan anak.

3. Self-care. Parents, kapan terakhir kali melakukan hobi, berolahraga, atau ikut acara sosial? Dengan melakukan self-care, salah satunya me time, parents dapat menjaga tingkat kesejahteraan dan kesehatan mental secara positif, serta mengurangi tekanan yang dimiliki saat mengurus anak (Dugan & Barnes-Farrell, 2020). Jika terasa tidak ada waktu luang untuk self-care, parents dapat menyisihkan waktu untuk diri sendiri dengan bekerja sama bersama pasangan dalam mengasuh anak maupun terlibat dalam social support yang hangat.Kesehatan mental adalah tanggung jawab serta hak masing-masing, dan kesehatan mental parents juga akan memengaruhi tumbuh kembang si kecil. Jangan merasa bersalah ya parents ketika meluangkan waktu untuk diri sendiri!

4. Working environment/flexibility. Bagi parents yang saat ini juga berstatus sebagai working mom, bisa mempertimbangkan untuk mencari tempat kerja yang fleksibel. Ruang kerja yang memberikan kesempatan bagi ibu untuk menjadi fleksibel dalam mengintegrasikan perannya sebagai ibu dan sebagai pekerja dapat membantu meringankan beban working mom (Kadale dkk., 2018). Parents bisa mengeksplorasi tempat kerja atau kantor yang menyediakan ruang menyusui/laktasi, cuti hamil, atau pekerjaan yang memungkinkan untuk bekerja di rumah (remote working).

Parents, apakah sekarang semakin semangat dan percaya diri dalam mengasuh si buah hati? Bila parents merasa membutuhkan konsultasi bersama psikolog terkait dengan pengasuhan anak, pernikahan, maupun keluarga, jangan ragu berkunjung ke PIP Unpad atau ke lembaga psikologi terdekat. Yuk, hubungi helpdesk WhatsApp kami di nomor 0811-207-4388. Selamat Hari Ibu, dan jangan lupa bahwa kesehatan mental ibu tidak kalah penting dengan kesehatan mental keluarga!

Penulis: Kenny Valentino, S.Psi. | Student Counselor and Youth Counselor

REFERENSI

Asriani, D. (2017). Being Mother: Comparative Study of the Contested Motherhood between South Korea and Indonesia. International Journal of Management, Entrepreneurship, Social Science and Humanities, 1(1), 15-23.

Bedaso, A., Adams, J., Peng, W., & Sibbritt, D. (2021). The relationship between social support and mental health problems during pregnancy: a systematic review and meta-analysis. Reproductive health, 18(1), 1-23.

Blegen, N. E., Hummelvoll, J. K., & Severinsson, E. (2010). Mothers with mental health problems: a systematic review. Nursing & Health Sciences, 12(4), 519-528.

Cheeseman, S., Ferguson, C., & Cohen, L. (2011). The experience of single mothers: Community and other external influences relating to resilience. Aust. Community Psychol, 23, 32-49.

Dugan, A. G., & Barnes-Farrell, J. L. (2020). Working mothers’ second shift, personal resources, and self-care. Community, Work & Family, 23(1), 62-79.

Henderson, A., Harmon, S., & Newman, H. (2016). The price mothers pay, even when they are not buying it: Mental health consequences of idealized motherhood. Sex Roles, 74(11), 512-526.

Kadale, P. G., Pandey, A. N., & Raje, S. S. (2018). Challenges of working mothers: balancing motherhood and profession. International Journal of Community Medicine and Public Health, 5(7), 2905-2910.

Kotwal, N., & Prabhakar, B. (2009). Problems faced by single mothers. Journal of Social Sciences, 21(3), 197-204.

McGoldrick, M., Preto, N. G., & Carter, B. (2016). The Expanding Family Life Cycle: Individual, Family, and Social Perspectives (5th ed.). Pearson.

Pebryatie, E., Paek, S. C., Sherer, P., & Meemon, N. (2022). Associations Between Spousal Relationship, Husband Involvement, and Postpartum Depression Among Postpartum Mothers in West Java, Indonesia. Journal of Primary Care & Community Health, 13, 21501319221088355.

Rahman, N. W., Abdullah, H., Darus, N., & Mansor, A. A. (2017). Key challenges contributing to the survival of single mothers. Journal of Applied Environmental and Biological Sciences, 7(4), 105-109.

Satyanarayana, V. A., Lukose, A., & Srinivasan, K. (2011). Maternal mental health in pregnancy and child behavior. Indian journal of psychiatry, 53(4), 351.

Slomian, J., Honvo, G., Emonts, P., Reginster, J. Y., & Bruyère, O. (2019). Consequences of maternal postpartum depression: A systematic review of maternal and infant outcomes. Women's Health, 15, 1745506519844044.

Zvara, B. J., Schoppe‐Sullivan, S. J., & Dush, C. K. (2013). Fathers' involvement in child health care: associations with prenatal involvement, parents' beliefs, and maternal gatekeeping. Family relations, 62(4), 649-661.


Bagikan:
Posted on 22 December 2022 under Artikel.

PIP UNPAD

Online
TODAY
Hai, ada yang dapat kami bantu?
© 2024 All rights reserved