Olahraga rutin diketahui secara luas menyimpan berbagai manfaat, tidak hanya bagi kesehatan fisik, namun juga kesehatan mental. Berbagai lembaga dalam dan luar negeri menganjurkan olahraga sebanyak 150 menit per minggu dengan intensitas sedang. Itu setara dengan sekitar 30 menit sehari. Tak heran kebiasaan berolahraga baik untuk dimasukkan dalam keseharian kita.
Sayangnya, membangun kebiasaan olahraga rutin masih menjadi tantangan bagi sebagian orang. Mengacu pada Sport Development Index 2021 dari Kemenpora Republik Indonesia, hanya 32,83% masyarakat Indonesia yang berpartisipasi aktif berolahraga. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat bahwa per 2016, lebih dari seperempat orang dewasa di dunia belum mengikuti anjuran olahraga rutin yang direkomendasikan.
Apabila Sobat PIP sedang berusaha membangun kebiasaan berolahraga rutin, maka Sobat berada di artikel yang tepat. Artikel ini akan menyoroti hal-hal yang perlu diperhatikan untuk membentuk kebiasaan berolahraga menurut penelitian ilmu perilaku. Setidaknya terdapat lima faktor yang perlu diperhatikan dalam membentuk dan mempertahankan kebiasaan berolahraga rutin. Apa saja itu?
***
Untuk mengetahui apa saja hal yang diperlukan untuk membentuk kebiasaan berolahraga, Navin Kaushal dan Ryan E. Rhodes dari University of Victoria melakukan sebuah penelitian longitudinal kepada anggota baru di pusat-pusat kebugaran yang tersebar di wilayah Greater Victoria, Kanada. Partisipan-partisipan diamati melalui serangkaian survey selama dua belas pekan untuk menguji faktor-faktor yang diketahui berperan dalam pembentukan kebiasaan (habit formation) serta berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membentuk kebiasaan berolahraga.
Menurut model dari Lally & Gardner (2013), setidaknya terdapat empat hal yang berkontribusi dalam pembentukan sebuah kebiasaan. Keempatnya adalah adanya timbal balik yang positif dari sebuah perilaku (reward atau “hadiah”), konsistensi, kompleksitas dari perilaku yang rendah, serta pemberian isyarat pada lingkungan (environmental cues). Penelitian Kaushal dan Rhodes mengonfirmasi hal tersebut pada konteks olahraga rutin, baik pada level memulai maupun mempertahankan kebiasaan.
Reward: Buat Perilaku Olahraga jadi Menyenangkan
Faktor emosi diketahui merupakan faktor terkuat untuk memulai kebiasaan. Agar sebuah perilaku berkembang menjadi kebiasaan, seseorang perlu memaknakan bahwa perilaku tersebut sebagai sesuatu yang menyenangkan serta memberi keuntungan bagi dirinya. Sebenarnya secara alami olahraga dapat memberikan emosi positif bila dilakukan dalam intensitas sedang (Biddle & Mutrie, 2007; Weir, 2011). Olahraga membantu tubuh menghasilkan zat-zat yang berpengaruh pada pembentukan emosi positif seperti serotonin dan endorfin. Untuk memperkuat emosi positif saat berolahraga, sobat juga dapat memasangkan aktivitas olahraga dengan hal menyenangkan. Misalnya dengan mendengarkan lagu favorit hingga berolahraga di tempat-tempat dengan dekorasi menyenangkan atau alam terbuka dengan pemandangan indah. Sobat juga dapat mengatur agar olahraga yang dijalani diikuti reward. Misalnya dengan menonton serial favorit sobat setelah berolahraga dengan durasi tertentu.
Consistency: Selalu Lakukan Perilaku Olahraga di Waktu yang Sama
Selain faktor emosi positif dan reward, konsistensi juga diketahui menjadi prediktor terkuat dalam memulai suatu kebiasaan. Namun jika berbicara mengenai mempertahankan suatu kebiasaan baru, Kaushal dan Rhodes menemukan bahwa konsistensi menjadi faktor terpenting. Konsistensi yang dimaksud adalah “melakukan suatu perilaku pada waktu tertentu” atau “melakukan suatu perilaku setelah melakukan aktivitas tertentu”. Misalnya konsisten berolahraga pukul 6 pagi atau konsisten berolahraga setelah merapikan tempat tidur. “Meskipun berolahraga sebenarnya perilaku yang kompleks, namun melakukannya secara konsisten dapat membuatnya terasa semakin mudah dari waktu ke waktu dan membantunya menjadi suatu kebiasaan,” tulis Kaushal dan Rhodes.
Environmental Cues: Buat Lingkungan Mendukung Perilaku
Lingkungan dapat berperan pula dalam membantu Sobat membentuk kebiasaan berolahraga, baik itu sebagai penguat maupun penghambat. Mengatur lingkungan agar nyaman dan mempermudah perilaku berolahraga dapat mempermudah suatu perilaku dilakukan secara otomatis hingga menjadi kebiasaan. Yang dimaksud “dilakukan secara otomatis” berarti kita melakukan suatu perilaku “hampir tanpa sadar”.
Bayangkan kebiasaan mandi pagi setelah bangun. Sebagian orang yang terbiasa mandi pagi akan secara otomatis mengambil handuk dan alat mandi serta menuju kamar mandi begitu ia bangun dari tidurnya. Namun bagaimana jika, misalnya, dalam proses pembentukan kebiasaan tersebut ternyata kamar mandinya jauh dari kamar? Atau kamar mandinya kurang nyaman karena kotor atau berbau tidak sedap? Perasaan tidak nyaman ketika melakukan suatu perilaku dapat menjadi distraksi yang membuat perilaku tersebut urung terlaksana secara otomatis, yang akhirnya menghambatnya berkembang jadi sebuah kebiasaan.
Memberi isyarat-isyarat pada lingkungan yang mengingatkan kita pada sebuah perilaku juga dapat membantu pembentukan kebiasaan. Misalnya dengan menempatkan sepatu atau pakaian olahraga di dekat kasur atau di samping pintu kamar dapat menjadi pengingat kita untuk berolahraga. Dengan begitu bisa jadi hal pertama yang Sobat lihat setelah bangun adalah pakaian olahraga, yang kemudian mengingatkan Sobat pada perilaku berolahraga.
Complexity: Buat Perilaku Semudah Mungkin
Kompleksitas suatu perilaku dapat diartikan sebagai seberapa sulit suatu perilaku dilakukan. Perilaku yang dipandang sebagai sesuatu yang rumit lebih kecil kemungkinannya untuk dilakukan secara otomatis (Verplanken & Melkevik, 2008; Wood et al., 2002) sehingga lebih kecil kemungkinannya berkembang menjadi sebuah kebiasaan. Dengan demikian, Sobat dapat mengatur agar kegiatan olahraga yang dipilih menjadi semudah mungkin. Misalnya dengan mengumpulkan peralatan olahraga di satu tempat tempat yang mudah terjangkau. Atau jika Sobat merasa pergi ke gym terlalu jauh dari tempat tinggal Sobat saat ini, Sobat dapat mencari latihan-latihan atau aktivitas olahraga yang bisa Sobat lakukan di rumah. Untuk hal ini Sobat dapat berdiskusi dengan ahli kebugaran atau profesional di bidang terkait, ya.
Berapa Banyak Olahraga yang Diperlukan?
Berapa lama kita harus rutin berolahraga agar terbentuk sebagai suatu kebiasaan juga menjadi pertanyaan yang acap kali diajukan para peneliti. Selain waktu yang dibutuhkan untuk membentuk kebiasaan, berapa banyak olahraga yang perlu dilakukan juga menjadi pertanyaan tersendiri. Apakah perlu dilakukan setiap hari atau sebenarnya sekali seminggu pun cukup asal memperhatikan faktor-faktor di atas? Dalam penelitian Kaushal dan Rhodes, diketahui “takaran” berolahraga yang memprediksi terbentuknya suatu kebiasaan. Terkait waktu yang diperlukan, penelitian mereka menemukan bahwa kebiasaan berolahraga meningkat pada minggu ke-6 (42-49 hari) dengan nyaris setengah partisipan mencapai pembentukan kebiasaan. Artinya perlu setidaknya satu setengah bulan untuk membentuk kebiasaan berolahraga.
Akan tetapi durasi tersebut kemudian diperkuat atau diperlemah oleh faktor lain. Faktor tersebut adalah frekuensi atau seberapa sering olahraga dilakukan. Penurunan kebiasaan diketahui terjadi setelah pekan ke-6 hingga pekan ke-12 pada mereka yang berolahraga dengan frekuensi rendah (kurang dari empat kali seminggu). Sementara itu, mereka yang berolahraga dengan frekuensi minimal 4 kali seminggu lebih mungkin untuk mempertahankan kebiasaan berolahraga setelah pekan ke-6. Dari temuan tersebut, direkomendasikan untuk berolahraga setidaknya 4 kali dalam seminggu selama enam pekan. Agar sejalan dengan rekomendasi 150 menit olahraga dalam sepekan, maka Sobat dapat menyisihkan 30-40 menit untuk setiap sesinya tergantung berapa kali sesi yang Sobat pilih.
***
Dari temuan-temuan Kaushal dan Rhodes, kita dapat menarik beberapa kesimpulan untuk membantu Sobat dalam membentuk kebiasaan berolahraga rutin. Enam pekan pertama diketahui cukup krusial dalam pembentukan kebiasaan. Guna memulai suatu kebiasaan, penting untuk memastikan olahraga yang dijalani terasa menyenangkan dan dapat dilakukan pada jadwal yang konsisten. Sobat juga perlu berusaha untuk berolahraga minimal selama empat kali dalam seminggu. Dengan demikian Sobat dapat memilih 4-5 waktu dalam seminggu dimana Sobat dapat konsisten berolahraga di waktu yang sama selama enam minggu. Membuat perilaku berolahraga menjadi semudah dan sesederhana mungkin juga perlu Sobat perhatikan, demikian pula dengan membuat lingkungan untuk berolahraga menjadi nyaman dan mendukung Sobat untuk melaksanakan jadwal olahraga yang sudah Sobat tetapkan. Terakhir, jangan ragu untuk berdiskusi dengan ahli kebugaran agar menemukan pola dan rencana olahraga yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan Sobat saat ini.
Akhir kata, semoga sukses dalam perjalanan membentuk gaya hidup sehat. Stay healthy and grateful, Sobat PIP!
Daftar Pustaka
Kaushal, N., & Rhodes, R. E. (2015). Exercise habit formation in new gym members: a longitudinal study. Journal of behavioral medicine, 38, 652-663.
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. (2021). Laporan nasional sport development index tahun 2021: Olahraga untuk investasi pembangunan manusia. Deputi Pembudayaan Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga RI: Jakarta
Lally, P., & Gardner, B. (2013). Promoting habit formation. Health psychology review, 7(sup1), S137-S158.
Verplanken, B., & Melkevik, O. (2008). Predicting habit: The case of physical exercise. Psychology of sport and exercise, 9(1), 15-26.
Wood, W., Quinn, J. M., & Kashy, D. A. (2002). Habits in everyday life: thought, emotion, and action. Journal of personality and social psychology, 83(6), 1281.
World Health Organization. (2022, October 5). Physical activity. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/physical-activity